LABIRIN PANJANG DALAM KEHIDUPAN MANUSIA: AGAMA NASRANI DI TIMUR DAN BARAT

 LABIRIN PANJANG DALAM KEHIDUPAN MANUSIA: AGAMA NASRANI DI TIMUR DAN BARAT


    Agama Nasrani turun dalam keadaan orang-orang Yahudi sudah tenggelam dalam memperebutkan hal-hal yang bersifat kebendaan, dan memang benda itu sebagai sarana pokok untuk menegakkan kesentosaan hidup. Mereka menempuh berbagai cara untuk memperoleh kekayaan dan mengembangkannya, tanpa memperdulikan cara apa saja asal dapat memperoleh sukses. Dengan demikian maka merosotlah kekuatan rohani dan budi pekerti luhur. Agama Nasrani datang untuk memberikan obat terhadap penyakit bendawi itu, dan Nabi Isa AS. mengarahkan dakwahnya untuk mewujudkan kejernihan rohani, kasih sayang, toleransi dan hidup bersih (zuhud). Agama Nasrani hampir sama sekali tidak menjadikan problematika tata kehidupan politik, ekonomi dan sosial. Titik berat yang paling diutamakan Al-Masih dalam ajarannya ialah memelihara kesucian jiwa dan rohani serta melawan hawa nafsu terhadap duniawi. Hal ini tercermin dalam ungkapan :

- “Kamu sudah mendengar perkataan demikian: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi aku berkata kepadamu: jangan melawan orang yang jahat, melainkan barang siapa yang menampar pipi kananmu, berilah kepadanya pipi yang sebelah lagi. Jikalau seorang hendak mendakwa engkau, lalu mengambil bajumu, biarlah ia mengambil jubahmu juga. Dan lagi, barangsiapa yang memaksa engkau berjalan satu mil jauhnya, pergilah besertanya dua kali lipat”.

- “Tiadalah dapat kamu jadikan Tuhan yaitu Allah bersama dengan Mammon. Sebab itu aku berkata padamu: Janganlah kamu khawatir akan hal nyawamu, yaitu apa yang hendak kamu makan dan minum, atau dari hal tubuhmu, apakah yang hendak kamu pakai?”

- “... sukarlah orang kaya masuk ke dalam kerajaan surga. Dan lagi pula aku berkata padamu: Lebih mudahlah seekor unta masuk ke lubang jarum daripada orang kaya masuk ke dalam kerajaan Allah”

    Jadi, agama Nasrani di Timur ialah: perbuatan untuk mensucikan rohani dan meneguhkan hubungan manusia dengan sang Khalik. Adapun mengenai tata kehidupan dunia dan ketentuan-ketentuan hukum mengenai hubungan antar sesama manusia, tidak dijadikan sebagai titik sentrum. 

    Agama tersebut kemudian melintasi perbatasannya di Timur dan masuk ke Barat (Eropa). Agama yang di timur tidak mempersoalkan masalah hal-hal yang bersifat kebendaan, di Barat menghadapi manusia-manusia yang sangat sibuk akan kebendaan. Peperangan terus terjadi karena diselimuti hawa nafsu bendawi. Setelah orang-orang Barat memeluk agama Nasrani, mereka tidak menemukan aturan yang dapat memelihara dan mengatur tentang kehidupan materiil mereka. Oleh karena itu, mereka memeluk agama Nasrani untuk dijadikan jembatan kepada sang Khalik, akan tetapi untuk persoalan duniawi mereka buat aturan sendiri. 

    Atas dasar itu maka agama Nasrani lalu mengambil bentuk dan puas sebagai agama yang hanya mengutamakan hidup bersih dan toleransi, semboyannya ialah: “Apa yang untuk Kaisar untuk Kaisar dan apa yang untuk Tuhan untuk Tuhan”. Akhirnya agama Nasrani secara total mengarah kepada penyucian rohani dan melatih kesempurnaan hati nurani. Dengan demikian agama tersebut menampilkan diri berdasarkan asas: Agama adalah sarana untuk menghubungkan antara manusia dengan Tuhan, sedangkan peraturan adalah sarana untuk menghubungkan antar manusia. 

    Akan tetapi, hal itu muncul rasa ketidakpuasan bagi para tokoh agama pada masa itu. Sehingga banyak sekali di antara mereka yang menghendaki kekuasaan. Mereka ingin terlibat dalam kehidupan masyarakat secara umum. Hal itu bukan didasari karena ingin memperbaiki kehiudpan secara masif, akan tetapi ingin mengambil keuntungan pribadi dari rakyat bodoh. Tetapi intervensi para tokoh agama untuk dapat berkontribusi langsung kepada masyarakat umum menuai kecaman dari para penguasa. Akhirnya terjadilah pertikaian antara dua kelompok tersebut sehingga menimbulkan konsensus yaitu “Gereja memperoleh kekuasaan untuk menjual surat-surat pengampunan dosa, dan mengeluarkan larangan-larangan, sedangkan para raja dan bangsawan menguasai tanah dan memiliki budak-budak”. 

    Menjelang bi’tsah Nabi Muhammad Saw. cahaya kesucian dan kezuhudan yang ada di dalam agama Nasrani telah memudar dan tergantikan dengan takhayul serta kebatilan-kebatilan lainnya, sehingga Nasrani menjadi agama keberhalaan. Mengenai keadaan kaum Nasrani pada abad ke-6 Masehi, Sale, seorang sarjana Inggris mengatakan:

“orang-orang Nasrani sangat berlebihan dalam mengagungkan orang-orang sucidan gambar-gambar Yesus. Terjadi perselisihan tajam mengenai sifat Al-Masih: Adakah ia mempunyai sifat kembar (sifat Tuhan dan sifat manusia sekaligus) atau hanya mempunyai sifat Tuhan saja, sebab telah lenyap kemanusiaannya, sebagaimana lenyapnya setetes cuka yang dijatuhkan ke dalam samudera .....”

REFERENSI :

Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir (Ali Imran: 55-58)

- Ahmad Syalaby, Al-Masihiyyah

Ahmad Syalaby, Islam Dalam Timbangan

Muhammad Zazuli, Sejarah Agama Manusia

Karen Armstrong, Sejarah Tuhan

Matius: 5 ayat 38-41 

- Matius: 6 ayat 24-25

- Matius: 19 ayat 23-24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

EDISI SEJARAH : SERANGAN UMUM 1 MARET YOGYAKARTA

Merevitalisasi Rasa Sosio-Nasionalisme Dalam Menopang Indonesia Emas 2045.

BOCOR ALUS RAMADAN (BAR): HUKUM SUNTIK DAN INFUS BAGI YANG PUASA, BATALKAH?