EDISI SYARIAH : MAFAN (AMALAN SEPUTAR NISHFU SYA'BAN)

EDISI SYARIAH : 

MAFAN (AMALAN SEPUTAR NISHFU SYA'BAN) 

Ulama-ulama yang menghidupkan malam Nishfu Sya’ban :

1. Atha’ bin Yasar; Tabiin Madinah (w. 103 H): Malam Mulia Setelah Lailaul Qadar

Salah seorang tabiin bernama Atha bin Yasar menyebutkan bahwa malam Nishfu Sya’ban itu malam yang utama setelah Lailatul Qadar. Beliau menyebutkan sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab Al-Hanbali (w.795 H) dalam kitabnya Lathaif al-Maarif:

“Dari Atha bin Yasar berkata: Tidak ada satu malam setelah Lailatul Qadar yang lebih mulia daripada Malam Nishfu Sya’ban”

2. Ulama Salaf dari Tabiin Syam

Ibnu Rajab al-Hanbali dalam kitabnya Lathaif al-Maarif menceritakan bahwa terdahulu para ulama salaf dari kalangan tabiin di Syam bersungguh-sungguh dalam ibadah pada malam Nishfu Sya’ban. Ibnu Rajab al-Hanbali menyebutkan :

“Pada malam Nishfu Sya’ban, para tabiin dari Ahli Syam seperti Khalid bin Mi’dan, Makhlul, Luqman bin Amir dan lainnya mereka sangat mengagungkan malam itu dan bersungguh-sungguh dalam ibadah. Dari merekalah orang-orang mengambil fadhilahnya”

3. Amalan penduduk Makkah Dahulu

Selain ahli Syam, menurut dari Muhammad bin Ishaq al-Fakihani (w. 272 H), dalam kitabnya Akhbar Makkah fi Qadim ad-Dahr Wa Haditsihi, ternyata menghidupkan malam Nishfu Sya’ban juga merupakan sebuah kebiasaan penduduk Makkah. Setidaknya di masa al-Fakihani. Beliau menyebutkan:

“Penduduk Makkah sejak dahulu sampai hari ini, jika malam Nishfu Sya’ban hamper kebanyakan mereka, baik laki-laki maupun perempuan itu ke luar rumah menuju masjid. Mereka salat, thawaf, menghidupkan malam itu sampai pagi, dengan membaca Alquran di dalam Masjidil Haram, sampai mereka mengkhatamkan Alquran. Mereka salat malam itu, di antara mereka ada yang salat 100 rakaat, membaca Surat al-Fatihah dan al-Ikhlas setiap rakaat sebanyaka 10 kali, mereka mengambil air zam-zam malam itu, mereka meminumnya, mandi dengannya dan menyiramkan kepada orang yang sakit, mencari keberkahan malam itu. Banyak juga hadis diriwayatkan tentang malam itu”.

4. Al-Hafidz Ibnu Asakir (w. 571 H)

Abdul Fattah Abu Ghuddah, dalam kitabnya Qimat az-Zaman inda al-Ulama, menyebutkan bahwa Ibnu Asakir ini ulama yang banyak ibadahnya.

“Ibnu Asakir itu banyak melakukan amalam sunnah dan dzikir, beliau menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dan malam id dengan salat dan dzikir”.

5. Ibnu al-Jauzi (w. 597 H)

Dalam kitabnya, at-Tabshirah, beliau menyebutkan:

“wahair para hamba Allah, sesungguhnya malam kalian ini (malam Nishfu Sya’ban) itu mulia, hebat sifatnya, Allah “Yaththali’u” terhadap hamba-Nya, untuk mengampuni mereka kecuali orang yang ingkar terhadap-Nya”.

6. Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi (w. 795 H)

“malam-malam yang khusus ada keutamaan lebih dan disunnahkan untuk dihidupkan (dengan ibadah) ada 15, seharusnya orang yang menginginkan akhirat tidak meluupakannya. Bagaimana mungkin seorang penjual yang lupa akan musim untung, bagaimana dia bisa untung ?.... (salah satunya) malam Nishfu Sya’ban”


Referensi : 

1. Ibnu Rajab al-Hanbali,  Lathaif al-Maarif 

2. Muhammad bin Ishaq al-Fakihani, Akhbar Makkah fi Qadim ad-Dahr Wa Haditsihi,

3. Abdul Fattah Abu Ghuddah, Qimat az-Zaman inda al-Ulama

4. Ibnu Jauzi, At-Tabshirah 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BOCOR ALUS RAMADAN (BAR): HUKUM SUNTIK DAN INFUS BAGI YANG PUASA, BATALKAH?

EDISI SEJARAH : SERANGAN UMUM 1 MARET YOGYAKARTA

Refleksi Kehidupan : Menjadi Petualang di Tanah Rabbul Izzati (Perspektif Teori Konstruktivisme, Model Inkuiri)