Merevitalisasi Rasa Sosio-Nasionalisme Dalam Menopang Indonesia Emas 2045.

 

Merevitalisasi Rasa Sosio-Nasionalisme Dalam Menopang Indonesia Emas 2045.



Menurut sejarah, kehidupan masyarakat mengalami transformasi dari masa ke masa. Begitu juga berubah pola hidup setiap individu nya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Yuval, perjalanan hidup manusia melewati tiga fase, yaitu revolusi kognitif; agrikultur dan saintifik. Kecerdasan yang dimiliki oleh Sapiens memiliki peningkatan dari tiap-tiap zamannya. Perubahan pola perilaku manusia mengikuti bagaimana dengan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagaimana muncul nya industrialisme di Barat, secara implisit memberikan perubahan pola hidup masyarakat. Bergeser nya kehidupan dengan nuansa agrikultur menjadi industri. Ternyata hal itu pun memberikan implikasi terhadap pola tingkah laku manusia. Pada esensinya, perubahan kebudayaan mempengaruhi perilaku sebuah masyarakat. Sebagaimana yang dikatakan Max Weber, bahwa pola hidup masyarakat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, salah satunya yaitu budaya. 

Berbicara tentang cita-cita bangsa Indonesia maka tidak terlepas dari dua unsur, yaitu Sosio-Nasionalisme yang dibahas oleh Soekarno memiliki dua poin penting yaitu rasa Persatuan dan Kemanusiaan. Di Indonesia, dapat kita ketahui banyak berbagai macam budaya dan kebudayaan yang tersebar. Dari berbagai macam budaya dan kebudayaan yang ada, rasa gotong royong dan Nasionalisme yang tinggi dari bangsa Indonesia yang mampu memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dari imperialisme kala itu. Hal ini tak luput bagaimana para founding fathers kita merumuskan sebuah gagasan untuk dapat mempersatukan bangsa Indonesia menjadi satu framing gerakan yang sama, yaitu mencapai Indonesia merdeka. 

Namun dewasa ini nampaknya rasa gotong royong dan Nasionalisme mulai luntur. Sebagaimana yang dikatakan oleh Soekarno, bahwa perjuangan kita akan terasa lebih sulit karena menghadapi bangsa sendiri. Pada realita nya hal tersebut dirasakan dan dialami oleh bangsa Indonesia saat ini. Nilai ekasila dan Nasionalisme mulai hilang dengan masuknya budaya westernisasi dan modernisasi. Tumbuh subur nya sikap individualistik mulai menyemai ke jiwa masyarakat Indonesia. Sikap Individualistik yang merambah ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia terimplementasikan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti sosial dan politik. 

Sikap individualistik yang terjadi memberikan sebuah dampak negatif bagi berkembangnya masyarakat Indonesia. Jika ditinjau secara historis, maka soekarno memberikan gagasan nilai Persatuan dalam Pancasila akibat pola kehidupan sosial masyarakat Indonesia ketika masa kerajaan berjalan sendiri-sendiri. Sehingga pada dasarnya itulah yang membuat Indonesia belum bisa ke luar dari jeruji imperialisme. Hal itu pun berimplikasi dengan hadirnya politik Identitas. Politik Identitas hadir dengan membawa narasi negatif, yaitu bagi golongan tertentu dan menafikan golongan yang lain. Hal ini tentu tidak relevan dengan substansi dari sebuah makna nasionalisme. Soekarno mengatakan nasionalisme Indonesia tidaklah chauvinistik, yaitu menganggap golongannya lebih baik dari yang lain.

Hadirnya politik Identitas ini menyemai ke beberapa aspek kebudayaan masyarakat, sosial dan politik. Nilai gotong royong yang sudah menjadi akar tercapai nya Indonesia merdeka, hilang karena kepentingan golongan. Gotong royong hanya lah sebuah tong kosong nyaring bunyi nya. Hanya menjadi alat menarik massa saja tidak lagi diimplementasikan secara penuh. Dalam dunia politik, politik Identitas memberikan noda hitam di atas putih nilai Nasionalisme. Keran demokrasi yang begitu luas pasca reformasi memberikan ruang yang lebar dalam mendirikan partai politik dan berbagai macam organisasi. Akibat dari berkembangnya rasa merasa paling baik, nasionalisme itu hilang di tubuh sendiri. Nasionalisme itu hilang di tanah sendiri. Seharusnya dengan banyaknya partai politik dan organisasi-organisasi memberikan dampak baik, terlebih pemahaman tentang Pancasila. 

Nilai-nilai gotong royong dan Nasionalisme harus mulai ditanamkan sejak dini. Pemahaman melalui pendidikan formal dan non formal begitu strategis dalam menanam benih-benih dua unsur tersebut. Di samping sektor pendidikan, sektor hukum sebagai penegak keadilan harus lebih objektif dalam penegakan hukum yang mengancam kedaulatan bangsa Indonesia akibat hilang nya rasa nasionalisme. Tak luput juga peran pemuda sangat dibutuhkan sebagai generasi bangsa. Transformasi digital tak hanya memberi dampak positif, akan tetapi juga negatif. Sudah sangat jarang melihat peran pemuda dalam lingkungan sekitar, cenderung lebih kepada era game online. Secara tak sadar, itu memberikan dampak hilang nya rasa sosial dengan lingkungan sekitar, sehingga berdampak pada aspek gotong royong yang tak dapat terimplementasikan dengan optimal. Penerapan praktik kesadaran sosial sangat dibutuhkan. Berkembang biak nya organisasi-organisasi masyarakat diharapkan dapat memberikan pembelajaran non formal tentang unsur-unsur gotong royong dan Nasionalisme. Kemajuan suatu bangsa tidak dapat dicapai dengan berjalan sendiri-sendiri. Suatu bangsa dapat maju jika dibangun atas dasar gotong royong dan menegakkan Kemanusiaan sebagaimana yang telah diajarkan oleh para pahlawan bangsa Indonesia dan Mahatma Gandhi dalam mengusir imperialisme Inggris di Tanah Hindustan. Kemanusiaan menjadi vitamin dalam merawat sebuah keharmonisan sebuah bangsa atau bahkan dunia. 


Daftar Pustaka : 

Yuval Noah Harari, Riwayat Singkat Umat Manusia  

Soerjono Soekanto, Max Weber: Konsep-konsep Dasar Dalam Sosiologi 

Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi  

Ahmad Syafii Maarif, Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita 

Mohandas Karamchand Gandhi, Semua Manusia Bersaudara



Komentar

Postingan populer dari blog ini

BOCOR ALUS RAMADAN (BAR): HUKUM SUNTIK DAN INFUS BAGI YANG PUASA, BATALKAH?

EDISI SEJARAH : SERANGAN UMUM 1 MARET YOGYAKARTA

Refleksi Kehidupan : Menjadi Petualang di Tanah Rabbul Izzati (Perspektif Teori Konstruktivisme, Model Inkuiri)