MONEY POLITIC? REZEKI YANG TIDAK BISA DITOLAK

MONEY POLITIC? REZEKI YANG TIDAK BISA DITOLAK!

Dalam menghitung tahun, Indonesia akan dihadapkan dengan momentum Pesta Demokrasi di tahun 2024 kelak. Pesta Demokrasi yang dilaksanakan secara serentak diprediksi akan memicu beberapa hal, baik positif maupun negatif. Perlu kita ketahui, bahwa Pemilu yang menjadi representasi negara demokrasi menjadi agenda sakral dalam menentukan estafet kepemimpinan selanjutnya. Tentunya, hasil daripada pemilu tersebut akan menjadi taruhan bagi rakyat Indonesia dalam menentukan nasib ke depannya. Kebijakan yang lahir dari rahim-rahim gedung milik rakyat akan menentukan hidup kita ke depannya, apakah terjadi kemerosotan atau kemajuan? Pesta Demokrasi atau yang lebih kita kenal dengan sebutan Pemilu. Sebuah akronim dari Pemilihan Umum. Pemilu yang akan dilaksanakan pada 2024 ini akan serentak. Segala persiapan dimulai dari tahapan pendaftaran dan lain sebagainya sudah disiapkan oleh penyelenggara Pemilu yaitu KPU. KPU sebagai  penyelenggara Pemilu memiliki peran sentral dalam melakukan sosialisasi kepada seluruh partisipan agar dapat melaksanakan Pesta Demokrasi secara sehat dan jernih. Para kontestan seperti Partai politik yang sudah terverfikasi oleh KPU, para Bacaleg dan lain sebagainya. Mereka ini harus dijaga segala tindak tanduk nya untuk menjaga berjalannya  stabilitas politik yang ada. Adapun para pemilih, masyarakat pada umumnya. Juga harus memiliki taraf kecerdasan yang baik, memilih sesuai dengan apa yang menjadi pilihan hati nurani, Bukan lagi soal Politik Uang dan Politik Identitas. Tapi soal masa depan bangsa. Politik uang dan identitas memang menjadi sorotan yang sangat diperhatikan bagi penyelenggara pemilu, ucap Fierly selaku pengamat Pemilu Kota Serang.

Politik adalah: usaha untuk mencapai kehidupan yang baik. Kata politik berasal dari bahasa yunani “POLIS” yang berarti (kota) atau Negara kota. Dari kata polis ini kemudian diturunkan kata-kata lain seperti (politiks) yang artinya warga Negara dan “POLITIKOS”(Kewarganegaraan) dan ARS POLITICA yang artinya kemahiran atau masalah-masalah kenegaraan.Politik juga diartikan sebagai ilmu kemahiran memerintah. Politik penting, karna dahulu kala masyarakat mengatur kolektif dengan baik mengingat masyarakat sering menghadapi terbatasnya sumber alam ,dan perlu dicari suatu cara distribusi sumber daya agar semua warga merasa puas.

Uang merupakan suatu benda dengan satuan hitung tertentu yang bisa digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dalam berbagai transaksi dan berlaku di dalam wilayah tertentu. Untuk diciptakan dengan tujuan untuk dapat melancarkan kegiatan tukar-menukar barang dan perdagangan. Uang juga disebut sebagai alat penukar yang sah ,demikian pentingnya fungsi uang, sehingga keberadaan uang disuatu Negara diatur dengan undang-undang. Politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang.
Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahka pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkuta. Pemilu menjelma menjadi ajang pertaruhan yang besar. Namun sangat sulit untuk untuk mengharapkan ketulusan dan ketidak pamrihan dari investasi dan resiko yang ditanggung politisi. Politik mengacu pada segala sesuatu yang berkaitan dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Praktek politik uang berdampak terhadap bangunan, khususnya di Indonesia berarti prinsip-prinsip demokrasi telah tercemari dalam praktek politik uang. Suara hati nurani seseorang dalam bentuk aspirasi yang murni dapat dibeli demi kepentingan. Jadi pembelokan tuntutan bagi nurani inilah yang dapat dikatakan kejahatan.

Politik Uang menjadi sebuah hal yang menjadi sorotan bagi penyelenggara Pemilu. Politik Uang merupakan suatu langkah pragmatis yang menjadi jalan pintas untuk bagaimana Partai politik dan para calon mendapatkan suara dari para masyarakat untuk memilih mereka. Membeli suara dengan uang. Kira2 seperti itu. Perlu diketahui, bahwa Politik Uang dan Uang Politik/Biaya Politik merupakan suatu perbedaan yang cukup signifikan. Politik Uang merupakan sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas. Sedangkan Uang Politik/Biaya Politik merupakan Biaya yang dikeluarkan oleh partai atau calon untuk melakukan sosialisasi visi misi kepada masyarakat, melakukan _personal branding_ kepada masyarakat agar mengetahui sosok daripada calon yang akan dipilih nanti. Politik Uang berbeda konsep dengan Biaya Politik, Politik Uang adalah secara sederhana memberikan sepeser Uang kepada target untuk memaksa mereka memilih atau mencoblos nya di Kertas Suara. Ini sering terjadi ketika hari pelaksanaan pemilihan atau biasa dikenal dengan Serangan Fajar. Ini hal yang cukup pragmatis. Akan tetapi ini suatu hal yang sangat sulit untuk dibasmi. Salah satu faktor terjadinya Politik Uang yang masif ialah kurang nya lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan taraf kehidupan masyarakat yang masih di bawah rata2.  Bahkan dalam hasil riset, Febri selaku pengamat Demokrasi  mengatakan ada sekian persen masyarakat yang menganggap bahwa Politik Uang itu adalah rezeki yang tidak bisa ditolak. Ini hal yang sangat miris, betapa kejam nya para pejabat yang pada akhirnya membuat kemiskinan ini tetap terpelihara secara mengakar. Sehingga mereka rela menerima sepeser Uang untuk memberikan suara mereka yang padahal tidak tahu apa yang terjadi berapa tahun ke depan. Bahkan, Politik Uang ini akan memberikan peluang besar bagi para calon untuk melakukan tindakan Korupsi. Secara rasional, berapa biaya yg dikeluarkan untuk membeli suara sehingga setelah menjadi pejabat harus berbalik modal. Begitu siklusnya. Sehingga kalau tidak ada tindakan tegas dan sosialisasi kepada masyarakat, tindakan Korupsi akan terus bertambah.

Senada dengan Politik Uang, Politik Identitas pun menjadi momok yang cukup riskan. Sebab hal tersebut dapat memicu adanya perpecahan. Politik identitas selalu dilabelkan pada tokoh tokoh Islam pada hal agama lain juga melakukan hal yang sama, bahkan politik kesukuan itu juga politik identitas misalnya isu harus orang Jawa, harus orang Sumatra , harus orang Sulawesi dan seterusnya,  itu semua adalah bagian dari politik identitas yang etnisitas primordialisme. Isu politik identitas sengaja di tiupkan terus oleh kelompok tertentu yang ketakutan kalah dan tidak senang Islam bersatu, inilah politik adu domba antar umat yang tidak produktif dan merusak semangat demokrasi. Munculnya isu politik identitas itu juga tidak lepas dari upaya untuk mengkreditkan kelompok Islam tertentu, karena isu politik identitas dinilai sangat ampu untuk melumpuhkan rival politik, upaya elit politik tertentu debhan motif niat jahat untuk membongsai popularitas dan ke terpilih tokoh kandidat lawan tanding yang di nilai sangat kuat dan mendapat simpati masyarakat luas terutama pemilih terbesar umat Islam. Berbeda dengan Identitas Politik, Identitas politik memang perlu dalam pesta Demokrasi. Identitas Politik adalah sebagai sampan yang menghantarkan para calon menuju tempat yang sudah ditentukan partai. Identitas politik secara sederhana kita dapat artikan sebagai partai. Seragam daripada calon-calon tersebut.

Secara general, pesta Demokrasi adalah momentum di mana masyarakat menentukan nasib ke depannya. Pemimpin yang mereka pilih akan berdampak terhadap kebijakan yang akan dibuat. Maka, perlunya pendidikan demokrasi adalah suatu keharusan. Terlebih bagi seorang mahasiswa dan kaum terpelajar, menjadi pengawas dalam berjalannya perhelatan Pemilu adalah suatu kewajiban dan keharusan sebagai agen of control.

Referensi : 
https://uin alauddin.ac.id/tulisan/detail/politik-identitas-menuju-pemilu-presiden

https://www.iainpare.ac.id/urgensi penguatan-moderasi-beragama-dalam-menangkal-politik-identitas/

Kristiadi, J. 2006. Pemilihan Umum dan Perilaku Pemilih.Prisma. Jakarta. 

Merphin, Panjaitan. 2013. Pendidikan Politik Indonesia.Ghalia Indonesia. Jakarta

Arifin, Anwar. 2014. Politik Pencitraan. Graha Ilmu. Jogjakarta

Hamid. 2009. Pilkada, Money Politics and the Dangers of “Informal Governance.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

BOCOR ALUS RAMADAN (BAR): HUKUM SUNTIK DAN INFUS BAGI YANG PUASA, BATALKAH?

EDISI SEJARAH : SERANGAN UMUM 1 MARET YOGYAKARTA

Refleksi Kehidupan : Menjadi Petualang di Tanah Rabbul Izzati (Perspektif Teori Konstruktivisme, Model Inkuiri)