BOCOR ALUS RAMADAN (BAR) : KISAH BAJU LEBARAN
BOCOR ALUS RAMADAN (BAR) : KISAH BAJU LEBARAN
Lebaran merupakan momentum yang sangat ditunggu-tunggu oleh kaum muslim setelah selama kurang lebih satu bulan melaksanakan puasa di bulan Ramadan. Lebaran sangat identik dengan berbagai macam simbolik, salah satunya yaitu baju baru. Akan tetapi, apakah baju baru ini menjadi suatu keharusan bagi setiap muslim untuk memilikinya? Tentu tidak. Sebab, tidak ada sebuah keharusan untuk setiap muslim memiliki baju baru saat Lebaran. Kisah baju lebaran ini juga tertuang dalam kitab Al-'Amali karya An-Naisaburi yang diriwayatkan oleh Ibn Syahr dari al-Ridha.
Tersebut sebuah kisah cucu Rasulullah Saw, Sayyid Hasan dan Husein, pernah tidak memiliki baju baru untuk dikenakan menyambut datangnya hari raya Idul Fitri. Mereka pun bertanya kepada sang ibunda, Sayyidah Fatimah, tentang pakaian baru yang tidak kunjung diberikan kepada mereka.
Bahwasanya, menjelang hari raya mereka bertanya kepada ibunya, “Wahai Ibu, anak-anak di Madinah telah dihiasi dengan pakaian lebaran kecuali kami. Kenapa ibu tidak menghiasi kami?” sebuah pertanyaan yang wajar, bagi seorang anak ketika melihat teman-temannya mempunyai baju baru untuk menyambut datangnya hari raya Idul Fitri.
Mendengar pertanyaan tersebut, Sayyidah Fatimah kemudian menjawab, “Baju kalian masih di tukang jahit.” Sebuah jawaban yang terus diutarakan oleh Sayyidah Fatimah, ketika kedua putranya tersebut bertanya.
Malam hari raya pun tiba, sementara pakaian baru untuk Hasan dan Husein belum juga terlihat datang. Mereka pun kembali bertanya kepada ibundanya. Sayyidah Fatimah pun menangis, karena tidak mempunyai uang untuk membelikan baju baru buat kedua putranya tersebut. Sebagaimana kita ketahui, bahwa keluarga Ali bin Abi Thalib dan Fatimah tidak sekaya para sahabat lainnya walaupun mereka keluarga Rasulullah Saw.
Tidak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara yang mengetuk pintu rumahnya. Sayyidah Fatimah bergegas menghampiri sambil bertanya, “Siapa?”
“Wahai putri Rasulullah Saw. Saya adalah tukang jahit. Saya datang membawa hadiah pakaian untuk kedua putramu”. Mendengar jawaban tersebut, Sayyidah Fatimah kemudian membukakan pintu dan tampaklah seorang yang membawakan bingkisan kemudian diberikan kepada Sayyidah Fatimah.
Beliau lalu membuka bingkisan tersebut. Di dalamnya ternyata ada dua gamis, dua celana, dua mantel, dua sorban dan dua sepasang sepatu hitam yang semuanya terlihat indah. Mendapatkan bingkisan tersebut, Sayyidah Fatimah memanggil kedua putra kesayangannya tersebut. Beliau lalu memakaikan hadiah pakaian yang sangat indah tersebut kepada kedua putranya. Mereka berdua sangat bahagia, ketika melihat keinginannya agar sama dengan teman-temannya terpenuhi. Namun, Sayyidah Fatimah masih heran dan penasaran siapakah tukang jahit, yang tiba-tiba datang dan memberi hadiah pakaian tersebut.
Setelah itu, Rasulullah Saw datang dan melihat bahwa kedua cucunya sudah dalam keadaan rapi mengenakan pakaian baru yang indah. Rasulullah Saw dengan perasaan bahagia kemudian menggendong kedua cucunya, dan menciuminya dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Rasulullah Saw kemudian bertanya kepada Sayyidah Fathimah, “Apakah engkau melihat tukang jahit tersebut?” Iya, aku melihatnya”. Jawab Sayyidah Fathimah kepada Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw kemudian menjelaskan, “Duhai putriku, dia bukanlah tukang jahit. Tetapi Malaikat Ridwan sang penjaga surga.” Ternyata, pakaian yang dikirim tersebut adalah pakaian surga yang dikirim langsung oleh Malaikat Ridwan.
Mendengar penjelasan Rasulullah Saw, sontak Sayyidah Fatimah kaget. Beliau dengan terus-menerus mengucap puji syukur kepada Allah Swt. Malam hari raya keluarga mereka pun kembali merekah dengan penuh kebahagiaan. Karena pakaian untuk putra-putranya sudah siap dipakai saat lebaran esok harinya.
Walaupun pakaian baru bukanlah hal yang wajib ketika hari raya, namun memakai pakaian baru di hari raya adalah salah satu bentuk ekspresi kebahagiaan dan kegembiraan atas datangnya hari kemenangan. Para orang tua pun biasanya akan merasa sedih, jika menjelang lebaran mereka tidak mampu menghadiahkan baju baru kepada para anak-anaknya. Selain itu, pakaian baru juga bagian dari rasa syukur kapada Allah Swt yang telah memberikan nikmat kepada kita semua sehingga bisa melewati bulan Ramadhan dan berharap bisa dipertemukannya kembali tahun yang akan datang.
Akan tetapi, jangan jadikan baju baru ketika hari raya sebagai simbol kesombongan dan kepongahan. Apalagi hanya untuk memamerken harta dan jabatan. Karena esensi dari Idul Fitri diri adalah hati kita kembali bersih, suci dan berharap bertambahnya ketakwaan. Jadi jangan kotori dengan hal-hal yang sebaliknya. Sehingga kita bisa menikmati kembali kesucian dan merdeka dari hawa nafsu.
Referensi :
Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Hakim al-Naisaburi, Al-'Amali
Komentar
Posting Komentar